Mediametafisika.com - Kisah mistis yang amat tragis ini terjadi pada bulan Juli 2005 silam. Awalnya, adik bungsuku yang bernama Liya menderita sakit perut yang terlampau hebat, sampai-sampai membuatnya sangat menderita. Dari peristiwa inilah kemudian suatu kemuskilan terjadi. Ya, sebuah benda berupa keris keluar dari kepala Liya. Kejadian ini tentu saja membuat gempar masyarakat di sekitar tempat tinggal keluargaku..
Harus saya akui, keluargaku memang tergolong sangat mapan, khususnya dalam materi. Dapatlah dikatakan kalau keluargakulah yang paling kaya di sekitar lingkungan tempat tinggal kami. Di samping itu, secara pendidikan formal keluargaku terbilang di atas rata-rata. Karena status pendidikan formal itulah yang tentunya membuat kami sekeluarga sulit percaya dengan adanya hal-hal yang berupa fenomena gaib maupun mistis lainnya. Pokoknya, di mata kami sekeluraga hal-hal semacam itu tak pernah ada ada, bahkan omong kosong belaka. Sampai peristiwa aneh itupun menimpa adikku, Liya.
Aku masih ingat perisis, hari itu Liya baru saja diterima di sebuah perusahaan swasta yang memperoduksi jenis makanan ringan. Karena gelar keserjanaan yang dimilikinya, Liya ditempatkan sebagai kepala di bagian marketing. Liya yang punya semangat untuk mandiri itu nampak sangat senang dengan pekerjaannya ini. Meskipun ibu sebenarnya kurang senang kalau dia bekerja. Sebab ibu maunya anak bungsunya ini terus di rumah sebagai anak mami tersayang. Tapi kedewasaan membuat Liya menentukan pilihan lain. Walau bagaimanapun dia tak mau terus hidup di bawah ketiak orang tua.
Beberapa bulan lamanya bekerja, Liya nampaknya cukup matang. Dia mulai menjadi wanita karir penuh optimisme. Sifatnya yang supel membuat temannya banyak yang suka. Bahkan, mereka sangat terbantu dengan kinerja Liya yang sangat efisien.
Namun, sekitar setahun bekerja mendung suram mulai menggayuti kehidupan Liya, meski dia sendiri tidak menyadari kenyataan ini. Awalnya, pada tanggal 17 Agustus 2003, seluruh staf karyawan maupun karyawati berbaris rapih dalam apel akbar memperingati HUT RI ke-58 tahun. Tidak ketinggalan pula Pak Marwan selalu Direktur Utama. Hari itu juga diumumkan bahwa jabatan Direktur Utama telah dipindahtangankan kepada Anton, anak Pak Marwan yang tertua.
Dalam upacara peringatan HUT RI sekaligus pengumuan direktur baru itu kebetulan Liya terpilih sebagai pengibar bendera merah putih bersama dua orang temannya. Tanpa sepengetahuan dirinya, saat penarikan sang merah putih dilaksanakan mata Pak Marwan tak hentinya menatap wajah Liya yang wajahnya merona terkena sinar mentari. Liya, adikku bungsuku ini memang terbilang gadis yang cantik, bahkan dialah yang paling cantik di antara saudara-saudara perempuannya yang lain. www.mediametafisika.com
Rupanya, tatapan Pak Marwan hari itu bukanlah tatapan mata biasa. Namun, ada perasaan lain di hati Pak Marwan. Ya, dia menaruh hati pada Liya yang usianya terpaut sangat jauh dengan dirinya. Bahkan, hari itu seusai upacara, Pak Marwan tak langsung pulang, melainkan berbaur dengan seluruh karyawannya. Ini tentu saja taktiknya untuk mendekati Liya.
Tanpa diketahui oleh siapapun, rupanya sejak pandangan pertama dengan gadis berwajah oval bernama Liya, Pak Marwan telah jatuh cinta lagi. Bahkan, sejak upacara HUT RI itu dia jadi sering hadir di kantor. Kasak-kusuk sesama karyawan semakin merebak, pasalnya meraka tahu betul akan sifat Pak Marwan yang sangat senang dengan daun muda.
Menurut isu yang beredar dan sempat singgah di telinga Liya, walau usianya telah menginjak kepala lima, namun Pak Marwan ini masih hiper seks. Bahkan, nafsunya itu kadang tidak dapat terbendung. Sudah jadi rahasia umum pula, siapapun gadis yang tercolek oleh tangan Pak Marwan, maka dia akan menurut segala ucapannya. Ya, mungkin karena Pak Marwan memang royal memberi uang kepada gadis-gadis yang disukainya.
Dengan tabiatnya yang negative ini, seluruh karyawsan mengecap Pak Marwan sebagai playboy, donyuan, bandot tua, atau apa saja. Kabarnya, dia sudah bergonta-ganti pasangan daun muda sebanyak 19 kali.
Seiring dengan seringnya Pak Marwan datang ke kantor, membuat para karyawan maupun karyawati bertanya-tanya. Siapa gerangan korban yang sedang diincarnya saat itu. Lambat laun terkuaklah sudah rahasia ini. Dengan gaya ekspos dirinya yang berlebihan, ternyata si bandot tua ini selalu mendekati kepala bagian marketing. Siapakah lagi kalau bukan Liya, adikku yang berlesung pipit indah itu.
Pak Marwan dengan seribu taktiknya terus berusaha mendekati Liya. Sementara itu, tanpa menaruh prasangka buruk sedikitpun, kedekatan seorang pemimpin dengan dirinya, malah membuat Liya amatlah tersanjung. Bukan karena penampilan Pak Marwan yang sangat elegan, namun tutur katanya yang sangat lembut mengingatkan Liya kepada sosok ayah kami yang telah lama berpulang ke pangkuan Illahi.
Kian hari mereka berdua kian akrab. Bahkan seiring waktu berjalan, Pak Marwan sudah mulai terang-terangan mengajak Liya makan bersama di luaran. Liya yang masih polos, tentu saja tak curiga yang macam-macam. Padahal, bersamaan dengan itu teman-teman sekantornya sangat prihatin melihat kedekatan Liya dan Pak Marwan. Beberapa dari mereka menasehati Liya agar tidak terlalu dekat dengan Pak Marwan. Apalagi Liya tergolong pegawai baru yang belum paham betul akan sifat Pak Marwan sesungguhnya.
Liya memang seorang yang selalu berpikiran positif. Baginya, sangatlah mustahil punya seseorang yang berumur 30 tahun lebih tua dari dirinya bisa jatuh cinta kepada gadis belia. Pak Marwan itu di mata Lia tak lebih dari sosok ayah yang sangat mengayominya. Dia sendiri merasa mustahil bisa jatuh hati kepada Pak Marwan, kendati baiknya bagaikan Dewa. Lagi pula, hati Liya ketika itu memang sudah tertambat pada seseorang pemuda tampan bernama Arifin. Lagi pula, mereka berdua sudah bertunangan 1 tahun yang lalu.
Pada bulan September 2004, Pak Marwan datang ke rumah Liya, yang tentu saja adalah rumah keluarga kami. Tanpa kami sangka, dia datang sambil membawa cinderamata berupa seperangkat perhiasan emas yang tentu saja berharga sangat mahal. Ketika itu, dengan cara yang penuh percaya diri dia menyampaikan niatnya yang ingin meminang Liya sebagai isterinya. Pernyataan Pak Marwan yang bernada optimistis ini tentu saja bagaikan petir di siang bolong. Terutama sekali bagi Liya. Dia sangat kaget bukan kepalang. Dia sama sekali tak menyangka kalau seorang seperti Pak Marwan yang selama ini dianggapnya selalu mengayomi bak orang tua sendiri ternyata berkeinginan untuk menikahinya. Ini benar-benar gila! Beruntung sekali hari itu Liya berani mengambil sikap untuk menolak pinangan itu.
Akibat penolakan Liya, Pak Marwan jelas sangat kecewa. Mukanya yang masih kelihatan tampan di usia kepala lima itu kelihatan merah padam. Dia pergi setelah berpamitan dengan cara yang teramat dingin. Mungkin, dia tak menyangka kalau kebaikan sikap Liya selama ini tak lebih sebagai kebaikan sikap karyawan kepada bossnya. Ya, tak lebih dari itu.
Sejak kejadian itu pula Liya memutuskan berhenti bekerja. Dia tak pernah lagi masuk kantor. Karena batinnya yang terpukul, dia selalu mengurung diri di dalam kamar. Mungkin juga Liya malu kepada ibu dan saudara-saudaranya yang lain.
Selama beberapa hari Liya lebih senang mengurung diri di dalam kamar. Hal ini tentu saja membuat kami sekeluarga merasa gelisah, terutama ibu yang memang sangat memanjakan Liya.
"Apakau kau sakit, Nak?" Tanya ibu ketika mendapatkan Liya di kamarnya.
Bukannya menjawab pertanyaan ibu, Liya malah memeluk ibu sambil tak hentinya menangis.
Sudahlah, tidak perlu terlalu dipikirkan. Toh sekarang kamu sudah bebas dari Pak Marwan, bossmu itu. Yang panting, Ibu minta kamu berhenti bekerja dari perusahaan itu. Ibu takut sesuatu akan terjadi denganmu. Ibu sangat menyayangimu, Nak! bujuk ibu.
Ada perasaan lega di hati Liya. Dan dia memang sudah memutuskan untuk berhenti bekerja dari perusahaan milik Pak Marwan, walau gajinya sudah cukup lumayan.
Melihat keadaan Liya sudah kembali pulih, ibu menelpon keluarga Arifin untuk segera datang. Arifin dan kedua orang tuanya memang datang memenuhi undangan ibu. Hari itu akhirnya diputuskan untuk mempercepat pernikahan antara Liya dan Arifin.
Pada tanggal 14 April 2005, lewat resepsi pernikahan yang sangat meriah, Liya dan Arifin akhirnya resmi menjadi suami isteri. Hadir dalam pesta meraih itu para sanak famili dari kedua belah pihak. Juga para kerabat serta teman Liya sewaktu bekerja di kantor dulu. Semua mata terkagum-kagum melihat pasangan pengantin yang sangat serasi. Mempelai wanitanya cantik bagai dewi, sedangkan membelai pria sangat tampan bagaikan pangeran.
Rumah tangga Liya dan Arifin begitu harmonis. Namun, selang dua bulan dari perkawinan mereka, keharomisan itu hancur dengan adanya campur tangan seorang durjana yang ingin memetik bunga.
Pada suatu hari, tanpa diduga sedikitpun oleh Liya, Pak Marwan datang bertamu ke rumah Liya dan Arifin. Dengan permohonan maaf yang sangat mendalam sebab tak sempat menghadiri resepsi pernikahan mereka, karena di saat yang sama dia masih berada di luar negeri, Pak Marwan mengutarakan penyesalannya itu. Sikapnya yang begitu santun dan kebapak-bapakan membuat Arifin dan Liya tak menaruh curiga sedikitpun dengan maksud busuk yang ada dalam hati bandot tua yang sakit itu.
Setelah siangnya menerima kedatangan Pak Marwan, malam harinya, tepatnya sekitar pukul 01 dinihari, Liya mendadak muntah-muntah. Suhu badannya mendadak panas. Liya juga mengaku perutnya sangat sakit. Malam itu juga Liya langsung dilarikan ke rumah sakit Pertamina, Cirebon.
Tiga hari menjalani perawatan medis, dan dari hasil pemeriksaan dokter, Liya didiagnosis tak terjangkiti suatu penyakit apapun. Lalu, mengapa tiba-tiba suhu badannya begitu tinggi, dan Liya begitu menderita dengan sakit perutnya?
Setelah kejadian hari itu, Liya memang kian terpuruk. Penyakitnya yang aneh itu tak kunjung sembuh. Karena kami penasaran, dengan dibantu relasi bisnisnya, ibu akhirnya membawa Liya berobat ke rumah sakit elite di Hongkong, bahkan diteruskan ke Taiwan, Singapura, bahkan terakhir di Australia.
Hampir satu bulan lamanya Liya menjalani rawat-inap di berbagai rumah sakit elite tersebut. Namun hasilnya tetap nihil. Para dokter yang mendiagnosisnya tak menemukan titik terang dari penyakit yang diderita oleh Liya. Liyapun akhirnya dibawa pulang kembali, setelah biaya dengan jumlah relatif besar kami habiskan untuk ongkos pengobatan yang sia-sia itu.
Hari-hari berikutnya, keadaan Liya semakin buruk lagi. Dia tak lagi mampu mengontrol dirinya sendiri. Dia sering tertawa dan menjerit-jerit sendiri. Bahkan, dia juga kerap menangis sendiri dengan begitu sedihnya. Ya, adikku yang cantik itu telah terganggu jiwanya. Namun yang aneh, bila bicara seorang diri, dari ocehannya dia selalu menyebut-nyebut nama Nyai Kunti dan Pak Marwan.
Keadaan Liya memang sudah sangat parah. Bahkan yang membuat malu keluarga, hampir setiap pukul 01 malam seolah ada kekuatan magis yang mempangaruhinya. Ya, pada jam itu Liya selalu berlari keluar rumah sambil menyebut-nyebut nama Pak Marwan. Akibat suara Liya yang begitu lantang, masyarakat setempat merasa terganggu dengan ulah Liya yang selalu bikin ribut di malam hari. Bahkan tak jarang ada beberapa orang tetangga yang membantu untuk menangkap Liya ketika dia membuat onar di jalanan.
Kami sekeluarga, terutama ibu, merasa sangat shock dengan prilaku anak bungsunya yang berubah senewen itu. Bahkan, hatinya sangat terpukul karena Liya sudah tak mengenal keluarga, ibu, maupun suaminya sendiri.
Kebenaran memang selalu tampil mengalahkan kejahatan, meskipun kerap kali agak terlambat datang. Arifin baru sadar akan kejadian satu bulan yang lalu tentang nasih goreng yang dimakan bersama pak Marwan. Ya, dalam kunjungannya hari itu, Pak Marwan memang membawa tiga porsi nasi goring spesial, yang katanya nasi gorong ini adalah kesukaan Liya waktu mereka sering makan bersama dulu. Tanpa rasa curiga, hari itu Arifin dan Liya menyantap nasi goreng pemberian Pak Marwan.
Lantas, apakah ada sesuatu di dalam nasi goreng itu?
Entahlah! Yang pasti, demi mendengar cerita menantunya dengan perasaan geram, ibu langsung melabrak Pak Marwan di rumahnya. Sialnya beberapa kali ke rumah Pak Marwan, namun pintu pagar rumah selalu terkunci rapat dari luar.
Karena kesal, ibu pernah mencak-mencak di depan rumah Pak Marwan yang megah itu, sebagai suatu pelampiasan emosi yang kian memuncak. Akibatnya, para tetangga yang dekat dengan rumah itu berdatangan karena suara ibu yang keras. Lalu, dengan lantang ibu membeberkan kekejaman Pak Marwan terhadap Liya di hadapan masyarakat sekitar rumah Pak Marwan. www.mediametafisika.com
Akhirnya, dari salah seorang tetangga yang sebut saja bernama Ibu Ani, ibuku mendapatkan kisah masa lalu Pak Marwan yang cukup kelam. Menurut Ibu Ani, dahulunya Pak Marwan itu seorang yang baik. Namun, karena suatu kesulitan ekonomi yang membuatnya sangat terpuruk, Pak Marwan akhirnya nekad menempuh jalan sesat. Bersama isteri pertamanya dia mengambil jalan pintas bersekutu dan menikah dengan iblis bernama Nyi Kunti.
Sejak saat itu, kehidupan Pak Marwan berubah sanga mapan. Namun dampaknya sungguh sangat mengerikan. Pak Marwan menjadi hiper seks, dan selalu mencari korban untuk selalu dinikahinya.
Bila yang dituju menolaknya, Pak Marwan tak segan-segan mengguna-gunainya sampai mati. Menurut Ibu Ani, sudah banyak korban di tangan Pak Marwan hingga seluruh masyarakat di sekitar tempat tinggalnya tak berani untuk mendekatinya.
Menurut saya, cobalah ibu mencari orang pintar, agar anak ibu bisa selamat. Sebab katanya, siapapun yang terkena guna-guna dari Pak Marwan mereka tak bisa terselamatkan, ungkap Ibu Ani.
Mendengar cerita dari Ibu Ani ini, sikap kami sekeluarga berubah 180 derajat. Bila sebelumnya kami memandang nonsens dengan dunia supranatural, kini kami mulai memburu orang pintar untuk kesembuhan Liya.
Alhamdulillah, dengan bantuan kenalan dan tetangga kami bisa mendapatkan alamat beberapa tabib dan paranormal. Satu demi satu mereka kami undang ke rumah. Namun anehnya, setiap mereka datang, maka para tabib dan paranormal itu selalu dilabrak Liya, seolah dia enggan untuk diobati. Akibatnya, mereka angkat tangan, tak mampu mengobati Liya.
Namun, kami tak menyerah begitu saja. Terlebih para kerabat, tetangga, rekan bisnis, maupun relasi lainnya juga tak keberatan untuk terus membantu mencari orang pintar yang dapat menyembuhkan penyakit Liya.
Namun, keadaan Liya semakin tak terkendali. Entah siapa yang bersemayam di dalam tubuhnya. Setiap akan diobati, Liya lebih dulu tahu. Dia juga berkata dengan suara yang mirip kakek-kakek maupun nenek-nenek. Anehnya lagi, setiap dibacakan ayat suci Al-Qur'an, Liya hanya tertawa meledek.
Dari catatanku, sudah 42 orang pintar dikerahkan, baik dari ujung timur sampai ujung barat Pulau Jawa. Namun, Liya tetap saja belum berubah. Bahkan, beberapa orang pintar sempat terluka akibat diserang Liya yang semakin ganas.
Karena semua usaha selalu gagal, akhirnya seluruh keluarga dikumpulkan. Dengan wajah kecewa, letih dan putus asa, ibu mengutuk palu sebagai tanda menyerah. Semua keluarga disuruh pasrah dan berdoa di rumah masing-masing.
Aku dan suamiku suamiku pun hanya bisa pasrah. Sampai suatu hari, saat dalam perjalanan pulang dari rumah ibu setelah menjenguk Liya, kami mampir di sebuah minimarket yang ada di jalan Bahagia, Cirebon.
Karena keletihan, membuatku malas ikut ke minimarket tersebut. Aku memilih menunggu di mobil bersama anakku, Laela. Sambil menunggu suami datang, kucoba rileks dengan membaca koran dan majalah yang berjejer rapi di lokasi parkir.
Dari salah satu yang kubaca aku sangat tertarik dengan salah satu majalah metafisika. Di situ terpampang jelas semua paranormal yang memiliki keunggulan ilmu, tentunya. Setelah kubaca majalah itu, kubuka berlang kali dan ternyata ada satu paranormal yang membuatku sangat tertarik.
Dengan semangat baru yang kini tumbuh, setelah suamiku datang aku langsung menyodorkan majalah tersebut kepadanya. Atas kesepakatan bersama kami berdua langsung menuju paranormal yang tertera di majalah tersebut. Setelah bertanya ke sana-sini, akhirnya kami temukan juga alamat paranormal itu.
Setelah bertemu paranormal dimaksud, suamiku langsung memperjelas tentang keadaan yang dialami Liya. Setelah merenung sejenak, sang paranormal beranjak pergi ke sebuah kamar. Kurang lebih 20 menit dia kembali lagi dengan membawa sebotol air mineral.
"Bolehkah aku melihat adikmu saat ini?" kata sang paranormal.
Ringkas cerita, dengan senang hati aku dan suamiku mengantarkan si paranormal ke rumah ibuku. Sesampainya di sana, dengan tenang paranomal tersebut mendekati Liya yang sedang mengoceh tak karuan. Dan, tanpa diduga sebelumnya, Liya membalikkan tubuh dan langsung melancarkan pukulan ke si paranormal.
Tanpa bisa dihindari, pukulan itu dengan telak mengenai dada si paranormal. Dia pun tersurut mundur dengan disertai darah segar keluar dari mulutnya. Namun, dia sepertinya tidak ingin menyerah. Sambil duduk bersila si paranormal membuka tutup botol air mineral yang dibawanya dari rumah.
Dengan membaca sebuah mantera, paranormal tersebut berdiri kembali dan menyiramkan air mineral tersebut ke tubuh Liya. Aneh, secara spontan Liya menjerit histeris. Bersamaan dengan itu dari kepala Liya keluarlah sebuah keris hitam dengan panjang sekitar 35 cm.
Sungguh tidak masuk akal. Seketika itu juga Liya langsung roboh tak sadarkan diri. Sementara itu, dengan sigap paranormal tersebut mengambil keris yang tergeletak di samping kepala Liya. Dengan terlebih dahulu membaca sebuah mantera, keris itupun dia masuk ke dalam wadah kain hitam yang telah dipersiapkannya lalu dibawanya pulang.
Yang tak kalah aneh, dua jam setelah kejadian itu, Liya benar-benar sembuh total.
Esok harinya, kami sekeluarga mendengar kabar dari teman Liya sewaktu bekerja, yang menyebutkan bahwa tadi malam Pak Marwan meninggal dunia secara mendadak dengan batok kepala berlubang. Nauzdubillah minzalk!
Begitulah kisah mistis yang dialami langsung oleh keluargaku. Kini, Liya sudah sehat dan menjalani kehidupan normal bersama Arifin, suaminya. Semoga kisahnya yang pahit ini tak menimpa orang lain.