Mediametafisika - Awal Agustus yang lalu, empat orang spiritualis dari Gunung Kidul, Yogyakarta, Solo, Jawa Tengah, Jakarta serta Bantul, melakukan ritual pendeteksian posisi harta karun di patung Gajah Pendem. Patung tua ini terletak di Dusun Senden, Desa Cepoko Sawit, Kecamatan Sawit, Boyolaki, Jawa Tengah. Keempat spiritualis yang dipimpin oleh Lia Hermin Puteri dari Sanggar Songgo Buwono, Yogyakarta ini, ingin membuktikan rumor yang beredar selama ini di desa Cepoko Sawit.
Rumor yang beredar tersebut menyebutkan bahwa di bawah patung Gajah Pendem atau sekitarnya, terdapat harta karun berupa lantakan emas murni. Tak hanya itu, di tempat ini juga disebut-sebut ada emas murni dalam bentuk miniature perahu yang beratnya tak kurang dari 50 Kg.
Karena rumor yang beredar cukup santer, empat spiritualis itu melakukan pendeteksian secara langsung. Tak pelak lagi, kegiatan para orang pintar ini, sempat pula mendapat perhatian dan menjadi tontonan masyarakat setempat. Lalu bagaimana hasil pendeteksian mereka?
Menurut penuturan Lia Hermin, ternyata rumor yang beredar di Desa Cepoko Sawit selama ini, tidak hanya isapan jempol belaka. Tapi memang benar-benar ada buktinya. Sebagaimana penuturan perempuan yang biasa disapa dengan panggilan Bunda Bunda Lia ini, dari hasil penerawangan dirinya dan tiga orang spiritualis lainnya terdeteksi posisi harta karun tersebut memang berada di sekitar Gajah Pendem. Bahkan posisi miniatur kapal yang terbuat dari emas murni, persis berada dibawah Gajah Pendem. Sedangkan koin emas murni yang jumlahnya sekitar 1000 keping, berhamburan di sekitarnya.
Namun menurutnya lagi, harta karun yang nilainya tak terhingga ini, belum bisa dilakukan pengangkatan dalam waktu dekat. Selain berada di bawah kedalaman tanah, prosesi mengangkat harta karun seperti itu, memerlukan ritual khusus dengan perlengkapan ritual yang spesifik pula. Lebih-lebih, harta karun tersebut ada penjaga gaibnya.
“Mengangkat harta karun, tak semudah membalikkan telapak tangan. Harta karun di sini, tak bisa diangkat dengan peralatan nyata. Karena dijaga oleh gaib. Kalau digali dengan teknologi peralatan, ya nggak kelihatan,” tutur Bunda Lia kepada Kami.
Apa yang dikatakan oleh Bunda Lia, dibenarkan pula salah seorang penduduk setempat yakni Suwarno, 54 tahun. Menurut pria yang juga anggota Legiun Veteran ini, beberapa waktu yang lalu, pernah Gajah Pendem ini berusaha diangkat ke permukaan dengan peralatan canggih. Maksudnya, ingin mengetahui harta karun jenis apa yang terpendem di bawahnya seperti yang selama ini digembar-gemborkan oleh masyarakat. Namun, jangankan terangkat atau bisa menggeser posisi patung gajah tersebut, belum sempat Gajah Pendem ini bergerak, rantai sebesar ibu jari orang dewasa yang digunakan sebagai alat untuk mengikat, langsung putus.
“Padahal saat pengangkatan berlangsung, rantai yang mengikatnya sebanyak tiga buah,” tandas Suwarno.
Selain itu, sudah puluhan paranormal yang datang dari berbagai daerah untuk mengangkat harta karun yang ada di bawah serta di sekitar Gajah Pendem. Namun hiingga detik ini, tak seorangpun yang berhasil.
“Saya percaya, kalau disini ada harta karunnya entah berupa apa. Dan ini sudah menjadi isyu masyarakat sejak dulu. Dan saya juga percaya, jika harta karun itu ada penunggu gaibnya. Buktinya, kendaraan berat dengan tiga rantai besar yang berusaha menggeser patung gajah ini dari posisinya, langsung putus,” terang Suwarno dengan nada serius.
Lalu, bagaimana legenda Gajah Pendem yang kini telah berujud patung dan berada di bawah kedalaman tanah sekitar dua meter ini?
Menurut penuturan Suwarno, memang ada sebuag legenda yang melatarbelakangi mengapa patung gajah itu disebut Gajah Pendem. Ketika di wilayah Boyolali, masih berdiri kerajaan Pengging Purwa dengan rajanya yang bernama Damarmaya. Raja ini mempunyai seorang putera mahkota yang cukup tampan. Selain tampan, putera mahkota ini juga mempunyai kesaktian yang luar biasa.
Karena ketampanannya inilah, banyak putri dari kerajaan tetangga maupun kadipaten, yang berusaha merebut hati sang pangeran. Sayangnya, tak seorangpun puteri yang berhasil melunakkan hatinya.
Ketampanan putera mahkota Pengging Purwa, beritanya kian menyebar kemana-mana. Tak hanya kerajaan yang ada di Nusantara saat itu yang mendengar akan ketampanannya. Bahkan tak sedikit puteri dari negeri seberang di luar wilayah Nusantara yang datang melamar putera mahkota kerajaan Pengging Purwa. Salah satunya yakni, puteri dari negeri Campa. Tak jelas siapa nama puteri dari negeri Campa yang datang melamar putera mahkota Pengging Purwa saat itu.
Namun menurut legenda yang beredar dari tutur, agar lamarannya diterima oleh Raja Pengging Purwa dan putera mahkota terpikat kepadanya, selain mengandalkan kecantikan, saat datang ke Pengging Purwa, puteri ini membawa berbagai macam bentuk emas sebagai persembahan. Salah satunya yakni miniatur kapal yang terbuat dari emas murni. Belum lagi dalam bentuk perhiasan serta koin yang bergambar puteri tersebut.
Karena letaknya negerinya yang jauh, selain membawa kapal besar, puteri ini bersama pengawalnya juga membawa seekor gajah yang mengangkut semua barang berharga yang terbuat dari emas.
Begitu tiba di negeri Pengging Purwa, puteri Campa ini langsung menghadap raja untuk mengutarakan maksdunya. Secara kebetulan, saat diriya menghadap Raja Pengging Purwa, putera mahkota melihatnya. Kedua insan berlainan jenis ini kemudian saling curi pandang. Rupanya, ada kecocokan diantara mereka. Namun sayangnya, Raja Pengging Purwa justeru merasa tersinggung atas barang-barang persembahan yang dibawa puteri Campa dari negerinya. Dengan maskawin emas sebanyak itu, Raja Pengging Purwa justru menilai itu sebuah penghinaa.
Saat itu juga, lamaran puteri Campa langsung ditolak. Padahal sebenarnya, putera mahkota sudah menyukai puteri Campa yang melamarnya.
Kemarahan Raja Pengging Purwa, rupanya tak sebatas menolak lamaran puteri Campa. Sang Prabu Damarmaya kemudian keluar menuju alun-alun di mana gajah yang mengangkut barang berharga itu berhenti. Setelah mendekati gajah tersebut, Raja Pengging Purwa ini langsung mengeluarkan kata-kata berupa kutukan.
Saat itu juga, atas kutukan dari Raja Pengging Purwa, gajah yang mengangkut barang berharga yang rencananya digunakan sebagai maskawin itu, langsung berubah menjadi batu, namun bentuknya tetap seperti gajah.
Tak lama setelah gajah tersebut berubah menjadi batu, atas kesaktian Damarmaya pula, gajah itu langsung tenggelam ke bumi. Karena itulah, mengapa nama gajah tersebut sekarang lebih dikenal dengan nama Gajah Pendem. Maksdunya, gajah yang terpendem. Seterusnya, karena malu, puteri Campa kembali ke negerinya….
Demikianlah asal muasal legenda terbentuknya patung Gajah Pendem. Tentu saja perlu penelitian intensif untuk membuktikan kebenaran kisah ini.
“Atas dasar dari legenda tersebut, kemudian daerah sini diberi nama Desa Cempoko. Maksudnya, berasal dari kota Campa,” papar Suwarno.
Sebenarnya, sekarang terletak di mana negeri Campa itu? Masih menurut Suwarno, menurut legenda yang beredar di masyarakat, negeri Campa zaman dulu, sekarang telah berubah nama menjadi Kamboja. Apalagi menurutnya lagi, sekarang negara Kamboja merupakan salah satu negera penganut agama Budha. Begitu juga dengan binatang gajah, juga banyak di negara tersebut.
Benarkah Campa, negeri tempat asal puteri yang melamar putera mahkota Pengging Purwo sekarang ini menjadi wilayah Kamboja? Dalam wawancara ekseklusif kami dengan Duta Besar Indonesia untuk Kamboja Nurrahman Urip, 60 tahun, disebutkan bahwa dalam legenda, khususnya legenda Jawa, banyak orang awam yang mengatakan jika negeri Campa zaman dulu, sekarang ini merupakan atau telah menjadi negara Kamboja.
“Hal itu salah besar. Karena sebenarnya, negeri Campa jaman dulu, kini telah berubah nama menjadi negara Vietnam. Negara Kamboja sendiri, memang bertetangga dengan Vietnam serta berbatasan langsung,” ungkap Nurrahman.
“Disini saya tidak bermaksud mencampuri legenda Jawa yang telah merakyat mengenai negeri Campa zaman dulu. Cuma saya hanya ingin meluruskan,” terang diplomat yang telah bertugas sebagai Duta Besar di Kamboja 2 tahun lebih ini kepada kami.