Aku tidak pernah menyangka kalau peristiwa aneh ini akan terjadi menimpa diriku. Semuanya berawal dari keris usang berluk tujuh dengan motif daun kelapa (Blarak), yang ternyata mempunyai kekuatan yang luar biasa. Keris yang tanpa sengaja kutemukan di laut kidul, tepatnya di pantai Pandan Simo, ini ternyata bukanlah sembarang keris.
Mulanya, aku sedang menjalankan sebuah ritual hizbullatif selama tujuh hari hanya dengan hanya memakan nasi dan air putih. Pada hari terakhir aku menjalani ritual tersebut, ketika aku keluar rumah, tanpa sengaja kulihat selarik sinar yang amat terang. Sinar biru itu menyala berpendar-pendar di bawah pokok pohon kelapa. Sinar itu berkilauan dari tanah, dan berpendar ke akar serabut. Nyalanya yang terang sungguh amat menakjubkan. Sinarnya berbaur jadi satu antara putih dan kebiruan.
Walau merasa aneh, namun akhirnya aku pikir itu kejadian yang wajar dan alamiah saja. Toh, akar pohon kelapa memang menyimpan fospor, yang tidak menutup kemungkinan ketika terkena cahaya rembulan fospor tersebut dapat menyimpan cahaya yang di terima dari sang rembulan untuk kemudian di pantulkan, sehingga akar-akar pohon kelapa tersebut bersinar putih kebiruan secara menakjubkan.
Akan tetapi sinar kebiruan yang terdapat di sekeliling akar pohon kelapa itu ternyata terus berpendar-pendar, bahkan terlihat saling berkejaran, seperti sedang menyelubugi mahluk hidup, atau mungkin juga sesuatu benda. Benarkah apa yang kulihat ini?
Saking tidak percayanya akan peristiwa tersebut, kuputuskan untuk meamnggil Mas Andi, kakakku, untuk ikut menyaksikan cahaya aneh tersebut. Tapi sayangnya, ketika Mas Andi baru melihatnya tiba-tiba terdengarnya sebuah ledakan keras. Bersamaan dengan itu cahaya kebiruan yang tadinya berpendar-pendar di bawah pohon kelapa tadi naik ke atas batang. Sekejap kemudian sinar itu melesat dengan kecepatan yang luar biasa, mengarah ke selatan.
Menyaksikan keanehan ini, aku dan Mas Andi hanya terbengong-bengong dibuatnya. Memang baru kali itulah kami menyaksikan peristiwa semacam itu.
“ Kira-kira tadi itu apa ya?” Tanya mas Andi yang memang awam dalam hal ilmu gaib
“Menurut perkiraanku itu pusaka, Mas!” Jawabku sekenanya Padahal aku hanya menduga-duga saja. Pasalnya, aku memang sering mendengar bahwa pusaka-pusaka sakti sering beterbangan ke sana-kemari kalau malam hari, mencari tempat yang cocok dengan pancaran aura masing-masing. Mereka ada yang menyala kebiru-biruan, keputihan, kekuningan, kehijauan atau kemerahan, tergantung karaktar pusakanya.
Waktu pun terus berlalu. Aku tak lagi mengingat peristiwa tersebut. Setahun kemudian sejak kejadian tersebut, aku dan beberapa temanku berencana memancing di pantai laut selatan. Kami memilih pantai yang masih perawan. Artinya, pantai tersebut belum banyak dikunjungi orang. Ya, pantai tersebut bernama Pandan Simo.
Memancing di pantai memang tidak segampang memancing di sungai atau kolam. Kadang harus membutuhkan kejelian dan ketekunan yang lebih dari hanya sekedar memancing. Ombak kerap menggulung benang hingga benang jadi semrawut saling mengkait karuan. Belum lagi kami harus menghadapi udara yang dingin menggigit persendian
Hampir dari jam sembilan pagi sampai jam empat sore aku merasakan kejenuhan. Pasalnya, tidak satu ekor ikanpun yang mau memakain umpan kailku. Berjam-jam aku hanya menikmati deburan ombak yang bergemuruh.
Memang, pantai selatan keangkerannya bukan hanya legenda. Di samping ombaknya ganas, juga memancarkan energi mistik yang sangat besar. Begitulah setidaknya kemudian terjadi menimpa diriku.
Ketika aku masih setia memancing sembari menikmati angin sore dan deburan ombak, tanpa aku sadari ada seorang pemuda yang menghampiriku. Entah dari mana datangnya. Sepertinya pemuda ini dengan begitu saja sudah berdiri di sampingku.
“Assalamualaikum!” Sapanya.
Karena terkejut, aku tidak segera menjawabnya. Sejenak kuperhatikan tampanya. Dandanan pemuda itu bukan seperti orang kebanyakan penduduk Pandan Simo. Dia berkemeja hijau dengan celana pangsi selutut berwarna hitam. Dan separuh celana tersebut di balut dengan sarung dengan motif kotak paduan biru dan putih. Sekilas mirip dandanan orang Sumatra.
“Waialakum salam!” Jawabku kemudian sambil terus memperhatikannya. Pemuda itu sangat kurus dengan kulit kuning bersih. Sementara matanya yang bersih memancarkan kejernihan hatinya. Rambutnya ikal panjang tergerai, berkibar-kibar di terpa angin.
“Mohon maaf, Anda ini siapa? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” Tanyaku bertubi-tubi.
Yang ditanya tersenyum penuh makna. “Ini pusaka yang dulu kau temui di bawah pohon kelapa yang tumbuh di sebelah timur dari rumah yang kau diami. Tapi waktu itu belum berjodoh. Dan sekarang sudah waktunya kau menerima pusaka ini.” Kata pemuda misterius itu kemudian.
Aku masih kebingungan karena orang tersebut sama sekali tidak pernah aku kenal sebelumnya. Aku juga ragu untuk menerima pemberiannya.
“Terimalah! Ini sudah jadi hakmu!” Tandasnya.
Meski ragu, kuraih benda itu dari tangannya. Ternyata sebuah keris. Melihat dari bentuknya, keris tersebut terkesan biasa saja. Bahkan belum dapat dikatakan keris karena tidak mempunyai gagang dan sarung. Warnanya Putih kehitaman, seperti tidak terawat. Berluk lima dengan ornamen seperti pohon kelapa (Blarak). Bahannya terbuat dari baja putih.
Setelah kuterima, pusaka usang tersebut langsung kumasukkan ke dalam tas kecil yang kubawa. Si pemuda membeberkan petunjuk singkat cara merawat keris pemberiannya.
Setelah memberikan keris usang yang bernama Blarak Cineret itu, si pemuda misterius tadi segera berbalik dan pergi meninggalkanku dengan tanpa berkata walau sepatah katapun. Tubuhnya menghilang ketika sudah beberapa meter jauhnya dari tempatku memancing.
Aku sendiri masih heran dan bertanya-tanya siapakah sebenarnya pemuda tersebut…?
***
Sebuah kelapa hijau sengaja kusediakan di kamarku. Ujung keris kemudian kucelupkan ke dalam airnya. Ya, memang begitulah petunjuk pemuda misterius tersebut untuk menjaga karismanya. Setiap harinya aku bungkus keris tersebut dengan kain merah.
Meski terkesan barang rongsokan, namun entah kenapa aku suka sekali memperhatikan pusaka tersebut. Bahkan kadang sampai berjam-jam lamanya. Sepertinya, ada daya tarik tersendiri yang keluar dari bilah besinya. Dan anehnya lagi, semenjak aku memegang keris tersebut energiku menjadi bergairah. Aku menemukan semangat yang luar biasa di dalam menjalani hidup.
Namun celakanya, semenjak keris tersebut ada di tanganku, banyak wanita yang tiba-tiba kesengsem padaku. Mereka rata-rata aktif dan agresif mendekatiku, meski mereka tergolong ada yang usianya lebih muda dariku. Cara perhatian mereka terhadapku berbeda-beda. Ada yang setiap hari menelponku dengan kata-kata manja dan mesra, ada yang setiap hari menyambangiku di kantor, ada juga yang menunjukan perhatiannya dengan selalu mengirimi makanan dan berbagai hadiah. Aku sendiri tak habis pikir!
Sering gadis-gadis cantik itu memenuhi meja kantorku hanya ingin melihatku saja. Sungguh sangat aneh! Bahkan mereka tidak perduli ketika aku menganggap mereka semua sebagai pacarku.
Karena kesempatan ini, hampir setiap hari aku pergi dengan wanita yang berbeda. Baik itu jalan-jalan, atau hanya sekedar bermalam di hotel.
Apakah karisma yang timbul di dalam tubuhku memang berasal dari keris usang yang selalu kusandingkan dengan kelapa hijau tersebut? Entahlah! Yang jelas, sejak saat itu aku tidak bisa mengendalikan karakterku. Aku selalu bergairah dengan gadis-gadis cantik yang memburuku. Hingga tanpa terasa aku telah melakukan banyak dosa. Seperti tidak puas-puasnya aku bermain perempuan. Celakanya gadis-gadis cantik yang jadi korbanku adalah gadis-gadis yang sesungguhnya baik.
Hampir empat tahun berlalu aku memegang benda usang yang sakti tersebut. Dan selama itu pula banyak gadis baik-baik yang aku sakiti dan kecewakan.
Untunglah akhirnya kesadaran itu datang juga. Aku tak ingin terus larut dalam dosa. Kini aku tidak berani lagi mempermainkan gadis-gadis yang mendekatiku. Mereka semua malah kuanggap sebagai teman baik.
Akhirnya, keris Blarak Cineret itu kupinjamkan ke seorang teman. Katanya untuk menaikan aura usaha rumah makannya. Anehnya, ketika keris usang tersebut aku pinjamkan, malamnya aku bermimpi didatang seorang pemuda yang tampan dan gagah dengan pakaian mirip panglima perang. Dia mengaku bernama Panglima Ribosari, yang konon adalah seorang panglima kepercayaan kanjeng laut kidul yang di utus untuk turut menjaga area pantai selatan. Dia sangat marah karena aku telah meminjamkan wadagnya pada orang yang bukan jodohnya.
Paginya, setelah mengalami mimpi tersebut, telpon genggamku berbunyi. Suara di seberang sana mengabarkan bahwa keris Blarak Cineret yang di pinjamnya dariku tiba-tiba raib entah kemana.
Mulanya aku bersedih dengan hilangnya keris usang tersebut. Tapi kemudian aku mengikhlaskanya. Mungkin saja keris tersebut telah kembali ke tempatnya, di pantai selatan. Dengan hilangnya keris tersebut jiwaku terasa lebih tenang, karena tidak akan dipengaruhi aura penarik lawan jenis lagi.
Kini aku telah beristri. Aku menjalani hidup berumah tangga dengan harmonis dan bahagia. Sampai pada suatu saat aku terkejut ketika isteriku menemukan kain warna merah yang membungkus sebuah benda. Kain merah tersebut diserahkannya padaku. Aku berdebar-debar menerimanya, karena aku tahu persis kain merah yang membungkus sebuah benda tersebut sudah sangat aku kenal. Yang aku sangat heran kain merah tersebut tiba-tiba ditemukan istriku. Katanya ada di atas lemari. Itu tidak mungkin karena kain merah yang membungkus sebuah benda tersebut telah hilang dua tahun yang lalu, ketika di pinjam temanku yang membuka usaha rumah makan. Bagaimana mungkin kain merah berisi Keris Blarak Cineret itu bisa kembali?
Dengan hati yang berdebar-debar aku mengamati kain merah yang membungkus sebuah benda tersebut. Aku timang-timang dan berpikir beberapa kali untuk membukanya. Aku menyadari bahwa kini aku telah mempunyai istri.
Akankah dengan kembalinya kain merah yang membungkus sebuah benda tersebut aku kembali akan bertualang dengan dunia para gadis yang nantinya membawa kesesatan bagiku? Dengan dada yang masih berdegup kencang akhirnya aku beranikan diri untuk membuka kain merah yang membungkus sebuah benda tersebut. Dan dadaku semakin berdegup kencang manakala benda yang terbungkus kain merah tersebut ternyata benar adalah Keris Blarak Cineret!
Petualangan apalagi yang menghadangku di hari esok? Entahlah, yang jelas semoga Tuhan melindungi dan menguatkan imanku.